BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian
dari pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah
hakikat bahan atau material itu? Bahan dengan sendirinya merupakan bagian dari
alam semesta, secara terperinci bahan adalah benda yang dengan sifat-sifatnya
yang khas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Seperti :
logam, keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir,
batu berbagai komposit dan lain-lain. Pada dasarnya bahan atau material
mempunyai beberapa sifat yang diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat
fisik dan sifat kimia.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembahasan makalah ini, yaitu berdasarkan
rumusan masalah di atas.
- Untuk mengetahui pengertian sifat mekanik kekerasan ( Hardness )
- Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kekerasan
- Untuk mengetahui grafik sifat mekanik kekerasan
- Untuk mengetauhi metode pengujian kekerasan
Untuk mengetahui sifat mekanik kekerasan secara keseluruhan sehingga
penggunaannya diatas kapal maupun dalam kegiatan sehari-hari dapat berfungsi
secara maksimal.
1.3 Sasaran
Pembuatan
Makalah ini di tujukan kepada individu,Mahasiswa dan Masyarakat luas di
Indonesia untuk memberi pengetahuan lebih mengenai sifat mekani kekerasan sehingga indidu sekarang ini dapat
memperdalam ilmu mengenai masalah tersebut dalam perkapalan.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan memakai kajian literature
dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini.referensi makalah ini bersumber
tidak hanya dari buku,melainkan dari media lain seperti website dan media massa
yang di ambil dari internet
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas maka berikut penulis akan merumuskan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
- Apakah pengertian pengertian sifat mekanik kekerasan ?
- Apa sajakah faktor – faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kekerasan ?
- Bagaimanakah grafik sifat mekanik kekerasan ?
- Bagaimanakah cara pengujian kekerasan ?
2.2 Batasan Masalah
1.Pengertian sifat mekanik kekerasan.
2.
Faktor – faktor yang mempengaruhi
sifat mekanik kekerasan.
3. Grafik sifat
mekanik kekerasan.
4. Metode
pengujian kekerasan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Sifat Mekanik Kekerasan
Sifat mekanik bahan adalah hubungan antara respon atau deformasi bahan
terhadap beban yang bekerja . Makna nilai kekerasan suatu material berbeda
untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai
kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para
insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur
lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para
insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para
mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan
dari alat potong.
Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu,
walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme
yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
3.2 Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mekanik Kekerasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam
perlakuan panas antara lain :
1.
Komposisi kimia,
2.
Langkah
Perlakuan Panas,
3.
Airan
Pendinginan,
4.
Temperatur
Pemanasan, dan lain-lain
Proses hardening cukup
banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat
permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan
terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi,
poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam
kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi
adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan
selalu dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan
mengingat bahwa waktu (lamanya) menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh
besar terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan
dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai
tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time
dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang
menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
Langkah-langkah proses
hardening melakukan pemanasan (heating) untuk baja karbon tinggi 200-300 diatas
Ac-1 pada diagram Fe-Fe3C, misalnya pemanasan sampai suhu 8500,
tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur Austenite, yang salah sifat
Austenite adalah tidak stabil pada suhu di bawah Ac-1,sehingga dapat ditentukan
struktur yang diinginkan. Dibawah ini diagram Fe-Fe3C dibawah
ini :
·
Penahanan suhu
(holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari
suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan
untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen
atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur paduannya.
Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja:
Baja Konstruksi dari Baja
Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida yang mudah larut,
diperlukan holding time yang singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya
dianggap sudah memadai.
Baja Konstruksi dari Baja
Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak
tergantung ukuran benda kerja.
·
Low Alloy Tool
Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan dapat
tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10
sampai 30 menit.
·
High Alloy
Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di antara semua baja
perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan
kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan
menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit,
maksimum 1 jam.
·
Hot-Work Tool
Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 10000 C. Pada
temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena
itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High Speed Steel Memerlukan
temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200-13000C.Untuk mencegah terjadinya
pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa menit saja. Misalkan kita
ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu 8500 .
Proses pendinginan sendiri memiliki dua macam proses, yaitu :
1. Proses pendinginan secara langsung
Proses ini
dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan
setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam
media pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain.
Pada percobaan
Jominy, kecepatan pendinginan tidak merata. Hal tersebut disebabkan karena
hanya satu bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diquench dengan semprotan air sehingga kecepatan pendinginan
yang terjadi menurun sepanjang benda uji, dimulai dari ujung yang disemprot
air.
Perlu dibedakan
pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Kekerasan adalah kemampuan dari
suatu material untuk menahan beban samapai deformasi plastis. Sedangkan
kemampukerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan.
Pada percobaan
ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara pendinginan untuk ujung
yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench sedangkan untuk ujung
yang lain dilakukan dengan cara normalizing.
Pendinginan di
ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada ujung yang satunya
karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar terjadi di
ujung benda uji yang disemprot air.
2. Proses pendinginan secara tidak langsung
Proses ini
dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu austenite
setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu
ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau
temperature kamar.
Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
1.
Quenching
Quenching merupakan
suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung. Pada proses ini
benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa lama
sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju
pendinginannya untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan
temperature media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat
penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu
besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak.
Hasil quench hardening :
ü Menghasilkan produk yang keras tetapi getas
ü Menghasilkan tegangan sisa
ü Keuletan dan ketangguhan turun.
2.
Tempering
Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar lebih
menjadi liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang telah diquench
pada temperature antara 3000F sampai dengan 12000F selama
30 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dengan temperature kamar. Proses ini
dapat menyebabkan kekerasan menjadi sedikit menurun tetapi kekuatan logam akan
menjadi lebih kuat.
3.
Annealing
Proses ini
dilakukan dengan memanaskan spesimen sampai di atas suhu transformasi, dimana
keseluruhannya menjadi fasa austenite lalu didinginkan perlahan-lahan di dalam
tungku. Pada proses annealing ini proses pendinginan secara perlahan-lahan
sehingga tidak terdapat martensit
4.
Normalizing
Proses
memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenite dan didinginkan pada
temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan
ferit.
3.3 Grafik Sifat Mekanik
Kekerasan
Grafik pengaruh parameter
pengerasan.Berdasarkan faktor-faktor tadi maka selanjutnya pembentukan austenit
dan pengontrolan butiran austenit merupakan aspek penting dalam proses
hardening, karena transformasi austenit dan sifat mekanis dari struktur mikro
yang terbentuk ditentukan oleh ukuran butir austenit.QuenchingUntuk
memperoleh kekerasan yang diinginkan, maka dilakukan proses quenching. Media
quech yang biasa dipergunakan diantaranya :
ü
Larutan Garam
ü
Air
ü
Oli
3.4 Metode Pengujian
Kekerasan
a. Metode
Gores :
Metode ini tidak
banyak digunakan dalam dunia metalurgi, tetapi masih dalam dunia mineralogi.
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan
material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala
Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah,
sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai
kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan
nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:
1. Talc
2. Gipsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6)
tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral
tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa
metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan
suatu material. Bila kekerasan mineralmineral diuji dengan metode lain,
ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10
memiliki rentang yang besar.
b. Metode Elastik/Pantul (Rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat
Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat
tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji.
Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin
tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka
kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
c. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan
indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu
material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan
(tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya
metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
c.1 Metode
Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened
steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh
Gambar.1. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm)
dan d diameter jejak (mm).Hasil penekanan adalah jejak
berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop
khusus pengukur jejak.
Gambar 4.1 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell
Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan
diameter 10 mm danbeban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk
logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya
sekitar 10 detik sementara untuk logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik.
Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material
dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu
material yang dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa tambahan angka di belakangnya
menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban
3000 kg selama waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB
diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30
menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian
dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.
Gambar 4.2 Hasil indentasi
Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran
c.2 Metode
Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 4. Prinsip pengujian adalah sama dengan
metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar
berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur
jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:
dimana d adalah panjang
diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
Gambar 4.3 Skematis prinsip
indentasi dengan metode Vickers
Gambar 4.4 Alat uji Vickers
c.3 Metode
Rockwell
Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (directreading). Metode ini banyak
dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan
indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang
paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter
1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban
150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya
skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas.
Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6
inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan tabel yang memperlihatkan
perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:
Skala kekerasan :
SIMBOL
|
INDENTER
|
BEBAN MAJOR (KG)
|
A
|
Intan
|
60
|
B
|
Bola 1/16 inch
|
100
|
C
|
Intan
|
150
|
D
|
Intan
|
100
|
E
|
Bola 1/8 inch
|
100
|
F
|
Bola 1/16 inch
|
60
|
G
|
Bola 1/16 inch
|
150
|
H
|
Bola 1/8inch
|
60
|
K
|
Bola 1/8 inch
|
150
|
Skala yang umum
dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :
a. HRa (Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut
Gambar 4.5 Alat uji Rockwell
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan ini dapat ditarik suatu kesimpulan :
- Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji.
3.2 Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah
ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis
juga mengharapkan kritik dan saran guna
peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mengapa Costa
Concordia Bisa Menabrak Karang?
Costa Concordia adalah kapal penumpang
terbesar ke-26 di dunia, dengan 13 dek penumpang yang tersusun di atas kapal
sepanjang 290 meter dan tinggi 60 meter di atas permukaan air. Ketika berlayar
meninggalkan Italia pada Jumat 23 Januari 2012 lalu, Costa Concordia lebih
mirip sebuah kompleks perkantoran ketimbang kapal laut.
Selama beberapa tahun terakhir industri
kapal dilanda keprihatinan karena kapal raksasa itu terkadang tak didukung
dengan awak yang terlatih baik, maupun para perwiranya yang hanya mengandalkan
bantuan navigasi elektronik.
Para pakar juga telah memperingatkan
bahwa konstruksi dan standar keamanan yang diberlakukan untuk kapal pesiar
modern sebenarnya dirancang untuk kapal yang ukurannya separuh lebih
kecil. Jadi bagaimana Costa Concordia
bisa kandas hanya beberapa meter dari pantai?
Ada yang menuding Francesco Schettino,
kapten kapal Costa Concordia sebagai orang yang harus bertanggung jawab, namun
ada yang menduga tragedi itu disebabkan gangguan sistem listrik atau gugusan
karang yang belum dipetakan.
Yang pasti, tak lama setelah pelayaran
dimulai, para penumpang mendengar bunyi ledakan dan kapal diliputi kegelapan.
Teori pertama ini didasari keterangan
kapten atas peristiwa itu, bahwa dia menabrak gugusan karang yang belum
diketahui dan memutuskan untuk menepikan kapal menuju perairan dangkal yang
aman di dekat pulau Giglio. Di situ kapal kembali menghantam karang dan
terguling ke salah satu sisinya.
Berdasarkan peraturan International
Maritime Organisation, dalam kasus seperti itu semestinya kapten kapal
menggunakan kapal itu sendiri sebagai “sekoci” dan kembali ke pelabuhan untuk
evakuasi.
Teori kedua adalah terjadinya gangguan pada
lambung kapal yang mempengaruhi keseimbangan kapal, dan hanya karena konstruksi
yang kurang keras tersebut kapal karam.
Kelalaian atau kecerobohan manusia
menjadi teori ketiga penyebab tragedi yang menewaskan beberapa penumpang kapal
tersebut. Kurangnya pengawasan menyebabkan kapal kandas di perairan dangkal.
Investigasi akan menelusuri semua
keputusan, perintah dan peristiwa yang mungkin menyebabkan kapal itu karam.
Namun perlu waktu berbulan-bulan sebelum petugas sampai pada kesimpulan. Di
atas kertas, kelalaian manusia tetap menjadi tersangka utama.