1.
Definisi Etika
Etika
(Yunani Kuno:
"ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah
sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.[rujukan?]
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus
(abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Etika
dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[1]
Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia.
Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika
adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang
meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.
Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika
terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika
(studi konsep etika), etika normatif (studi
penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi
penggunaan nilai-nilai etika).
2.
Etika
Normatif & Etika Terapan
Sebagai ilmu
tentang moralitas, etika juga dapat dianggap sebagai ilmu yang menyelidiki
tingkah laku moral manusia. Di dalam perkembangannya, etika dibedakan menjadi
etika deskriptif, etika normatif dan metaetika (Bertens, 2001: 15—22). Dalam
bagian ini akan dibahas dahulu pembagian etika dan kemudian dibahas tentang
etika terapan.
2.1 Etika Deskriptif
Etika deskriptif
memberikan gambaran tentang tingkah laku moral dalam arti yang luas, seperti
berbagai norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu
yang berada dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode
tertentu. Norma atau aturan tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang
berasal dari kebudayaan atau kelompok tertentu.
Sebagai contoh, masayarakat Jawa
mengajarkan bertatakrama terhadap orang yang lebih tua dengan menghormatinya,
bahkan dengan sapaan yang halus merupakan ajaran yang harus diterima. Apabila
seseorang menolak melakukan hal itu, maka masyarakat menganggapnya aneh; ia
dianggap bukan orang Jawa.
Norma-norma tersebut berisi ajaran
atau semacam konsep etis tentang yang baik dan tidak baik, tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Dengan kata lain, etika deskriptif
mengkaji berbagai bentuk ajaran-ajaran moral yang berkaitan dengan “yang baik”
dan “yang buruk”. Ajaran tersebut lazim diajarkan oleh para pemuka masyarakat
pada masyarakatnya ataupun individu tertentu dan nampaknya sering terdapat pada
suatu kebudayaan manusia. Pemerian atau penggambaran etika orang Jawa, atau
etika orang Bugis, adalah contoh bentuk etika deskriptif.
2.2 Etika
Normatif
Bagian yang dianggap penting dalam
studi etika adalah etika normatif karena ketika mempelajari etika normatif
muncul berbagai studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah moral. Etika
normatif merupakan etika yang mengkaji apa yang harus dirumuskan secara
rasional dan bagaimana prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab dapat
digunakan oleh manusia. Di dalam etika normatif hal yang paling menonjol adalah
munculnya penilaian tentang norma-norma tersebut. Penilaian tentang norma-norma
tersebut sangat sangat menentukan sikap manusia tentang “yang baik’ dan “yang
buruk”.
Dalam mempelajari etika normatif,
dijumpai etika yang bersifat umum dan etika yang bersifat khusus. Etika umum
memiliki landasan dasar seperti norma etis/norma moral, hak dan kewajiban, hati
nurani, dan tema-tema itulah yang menjadi kajiannya. Sedang etika khusus
berupaya menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas perilaku manusia yang
khusus. Lama kelamaan etika khusus tersebut berkembang menjadi etika terapan
(applied ethics). Etika khusus mengembangkan dirinya menjadi etika individual
dan etika sosial. Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap individu
terhadap dirinya sendiri. Sedang etika sosial berbicara mengenai kewajiban,
sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia atau masyarakat.
Bentuk etika sosial yang diterapkan pada berbagai bentuk memunculkan
kajian-kajian mengenai etika keluarga, etika profesi (etika biomedis, etika
perbankan, etika bisnis, dan sebagainya), etika politik, dan etika lingkungan
hidup.
2.3 Metaetika
Metaetika adalah kajian etika yang
membahas ucapan-ucapan atau kaidah-kaidah bahasa, khususnya yang berkaitan
dengan bahasa etis (yaitu bahasa yang digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan
seseorang dapat menimbulkan penilaian etis terhadap ucapan mengenai “yang baik”
dan “yang buruk” dan kaidah logika. Sebagai contoh, sebuah tayangan iklan
obat-obatan dengan merk tertentu di televisi swasta sering menyesatkan banyak
orang dengan slogan-slogan yang menganjurkan untuk minum obat tertentu dengan
khasiat semua penyakit yang diderita akan hilang dan orang menjadi sehat
kembali. Slogan-slogan tersebut sangat berlebihan dan ketika orang mulai
mengkritiknya, maka oleh sekelompok produsen dimunculkan sebuah ucapan etis
yang berbunyi: “Jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seakan
menjadi semacam perilaku moral yang baik yang dihadirkan oleh sekelompok
produsen dan disampaikan agar masyarakat menjadi lebih “bijaksana” dalam
meminum obat.
2.4 Etika
Terapan
Etika terapan (applied ethics)
adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif teori etika atau
norma yang ada. Etika terapan muncul akibat perkembangan yang pesat dari etika
dan kemajuan ilmu lainnya. Sejak awal Abad XX, etika terapan menjadi suatu
studi yang menarik karena terlibatnya berbagai bidang ilmu lain (ilmu
kedokteran, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu keperawatan, dan sebagainya) dalam
mengkaji etika.
Disebut etika terapan karena
sifatnya yang praktis, yaitu memperlihatkan sisi kegunaannya. Sisi kegunaan itu
berasal dari penerapan teori dan norma etika ketika berada pada perilaku
manusia. Sebagai ilmu praktis, etika bekerja sama dengan bidang ilmu lain dalam
melihat prinsip yang baik dan yang buruk. Penyelidikan atau kajian etika
terapan meliputi dua wilayah besar, yaitu kajian yang menyangkut suatu profesi
dan kajian yang berkaitan dengan suatu masalah. Kajian tentang profesi berarti
membahas etika terapan dari sudut profesi tertentu, misalnya etika kedokteran,
etika politik, etika bisnis, etika keperawatan. Etika terapan yang meyoroti
berbagai masalah misalnya pencemaran lingkungan hidup menimbulkan kajian
tentang etika lingkungan hidup; pembuatan, pemilikan dan penggunaan senjata
nuklir menimbulkan kajian tentang etika nuklir; diskriminasi dalam berbagai
bentuk (ras, agama, gender, warna kulit, dan lain-lain) menyebabkan munculnya
studi tentang hal itu (misalnya etika feminisme dan etika multikultural). Jadi
jelaslah bahwa etika terapan yang berkaitan dengan masalah tersebut sangat
diminati oleh masyarakat modern saat ini karena topiknya aktual dan sangat relevan
dengan kehidupan kontemporer.
CONTOH-CONTOH
ETIKA TERAPAN
a) Pengertian
Etika Profesi
Bidang etika terapan yang dapat
dipelajari secara lebih khusus adalah etika profesi. Etika profesi merupakan
bidang yang sangat diperlukan oleh dunia kerja, khususnya yang berkaitan dengan
kemajuan teknologi. Dalam arus globalisasi yang sedemikian pesat ini, ilmu
pengetahuan dan teknologi membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
kecerdasan, keterampilan, serta kepandaian dalam mengolah dan menguasai teknologi
yang dihadapinya ketika ia bekerja. Selain menguasai pendidikan formal, dan
berpengalaman bekerja, sumber daya manusia itu membutuhkan semacam sarana untuk
berpijak dalam bidang yang digelutinya. Sarana itu adalah etika profesi.
Mengapa harus etika profesi? Etika profesi adalah etika yang berkaitan dengan
profesi atau etika yang diterapkan dalam dunia kerja manusia. Di dalam dunia
kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, berbagai pertimbangan moral dan sikap
yang bijak.
Secara lebih khusus, etika profesi
dapat dirumuskan sebagai bagian dari etika yang membahas masalah etis tentang
bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi tertentu, seperti dokter
(kedokteran), pustakawan (perpustakaan), arsiparis (kearsipan), profesional
informasi, ahli hukum, dan pengacara. Yang menjadi pertanyaan sekarang,
sebenarnya profesi itu apa? Profesi (dalam bahasa Latin: professues ) semula
berarti suatu kegiatan manusia atau pekerjaan manusia yang dikaitkan dengan
sumpah suci. Atas dasar sumpah itulah manusia harus bekerja dengan baik. Selain
itu ada beberapa istilah profesi yang harus dijelaskan, yaitu profesi yang
menyangkut tindak bekerja yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup serta mengandalkan keahlian tertentu. Pengertian
profesi yang lain, adalah sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan untuk
memperoleh nilai komersial. Dalam perbuatan itu, misalnya Tuan Komang bekerja
sebagai pegawai administrasi perusahaan rokok BB. la merasa tidak bahagia,
tetapi ia terpaksa menerima pekerjaan itu (meskipun dengan honor yang
dianggapnya kurang memadai) karena mencari pekerjaan yang lebih memadai sangat
sulit. Selain itu terdapat pengertian profesi sebagai komunitas moral (moral
community) yang diikat oleh adanya cita-cita dan nilai bersama yang dimiliki
seseorang ketika ia berada dan bersama-sama dengan teman sejawat dalam dunia
kerjanya.
Di sisi lain, seorang profesional
hendaknya memiliki sejumlah keahlian yang diperolehnya secara formal, misalnya
belajar di perguruan tinggi, sekolah tinggi dan sebagainya. Perolehan keahlian
secara formal sangat penting dan menjadi bagian terpenting bagi seorang
profesional ketika ia kelak disumpah atas dasar profesi tertentu. Tidaklah
mungkin seorang dokter melakukan sumpah jabatan (dokter) apabila ia belum
menyelesaikan studinya secara penuh. Dengan keahliannya seorang profesional
bekerja di suatu tempat, membuka praktek, memberikan pelayanan kepada khalayak
yang membutuhkannya.
Dalam kaitannya dengan profesinya
itu, seorang profesional berhadapan dengan klien atau pasien atau pemakai jasa,
yaitu seseorang yang menaruh kepercayaan terhadap dirinya sehingga profesional
tersebut memberikan pelayanan tertentu atas dasar keahliannya Untuk itu seorang
profesional dapat menerima sejumlah honor atau pembayaran atas pelayanan yang
diberikannya. Hubungan professional – klien/pasien/pemakai jasa berdasarkan
semacam kontrak kerja atau perjanjian yang disepakati bersama. Dengan
kesepakatan itu seorang profesional wajib membela kepentingan
kliennya/pasiennya/pemakai jasa dan, sebaliknya, si klien/pasien/pemakai jasa
harus memberikan sejumlah pembayaran yang juga telah disepakati bersama. Dalam
hubungan kerja antara profesional–klien terdapat juga beberapa aspek moral atau
pertimbangan-pertimbangan etis. Aspek moral atau pertimbangan etis menjadi
landasan bagi kedua pihak untuk menjaga kepercayaan di antara mereka.
Segala bentuk pelayanan haruslah
memiliki aspek pro bono publico (segala bentuk pelayanan untuk kebaikan umum).
Dalam hubungan pelayanan itu kebaikan umum dapat beraspek ganda. Pertama,
adanya profesional yang memiliki profesi khusus, yang mementingkan pro lucro,
yaitu demi keuntungan, sehingga pelayanan diberikan kepada klien. Kedua, pro
bono, demi kebaikan si klien, sehingga pelayanan yang diberikan si profesional
tidak semata-mata demi pembayaran. Dampak aspek-aspek itudapat berupa timbulnya
ketidakpastian dalam hubungan pelayanan (saling tidak percaya sehingga antara
si profesional dengan kliennya tidak terdapat hubungan yang harmonis yang dapat
berakibat pada pemutusan hubungan). Namun, aspek pro bono dapat memunculkan
profesional yang memiliki profesi luhur, yaitu profesi yang semata-mata tidak
mementingkan upah melainkan berdasarkan pengabdian pada masyarakat, misalnya
perawat, guru, dosen, dan rohaniwan.
Sesuatu yang tidak terpisahkan dari
etika profesi adalah kode etik profesi yang merupakan “akibat” dari hadirnya
etika profesi, yang muncul karena etika profesi tersebut berada dalam komunitas
tertentu yang memiliki keahlian yang sama. Kode etik profesi merupakan aturan
atau norma yang diberlakukan pada profesi tertentu. Di dalam norma tersebut
muncul beberapa persyaratan atau kriteria yang bersifat etis dan harus ditaati
oleh para pemilik profesi. Di dalam masyarakat ilmiah seperti kedokteran, ilmu
perpustakaan, atau ilmu sejarah muncul kode etik yang berlaku bagi para dokter,
para pustakawan, atau sejarawan yang tergabung dalam “wadah” tertentu (Ikatan
Dokter Indonesia, Masyarakat Sejarah Indonesia, Himpunan Dosen Etika Seluruh
Indonesia, dan lain-lain).
Kode etik profesi yang tertua
dipelopori oleh Hippocrates, seorang dokter Yunani Kuno yang hidup pada Abad V
SM, yang dianggap sebagai Bapak llmu Kedokteran. Kode etik profesi itu kemudian
terkenal dengan sebutan “Sumpah Hippocrates”. Melalui pemikiran-pemikiran etis,
produk etika profesi muncul dalam masyarakat moral (moral community) yang
dianggap memiliki cita-cita bersama dan dipersatukan oleh latar belakang
pendidikan yang sama dan keahlian yang sama pula. Refleksi etis muncul di dalam
kode etik profesi. Itu berarti bahwa kode etik dapat diubah atau diperbaharui
susunan “aturan”-nya atau dibuat baru demi situasi atau kondisi yang baru
akibat implikasi-implikasi yang muncul. Perubahan kode etik tidak mengurangi
nilai etis atau nilai moral yang telah ada, tetapi justru menjadi nilai tambah
bagi kode etik profesi itu sendiri.
Selain itu di dalam kode etik
profesi termaktub pernyataan-pernyataan yang berisikan pesan moral dan rasa
tanggung jawab moral bagi yang akan menjalankan profesi itu. Bila terjadi
pelanggaran kode etik profesi, maka profesional yang melanggar itu akan
mendapatkan sangsi dari masyarakat moralnya (dalam hal ini institusi atau
lembaga yang memiliki masyarakat dengan keahlian tertentu). Tujuan sangsi
tersebut ialah untuk menyadarkan betapa pentingnya tanggung jawab moral
ditegakkan di dalam dunia profesi.
Sebagai sebuah kajian yang berkaitan
dengan perilaku etis manusia yang bekerja, etika terapan memiliki objek. Objek
forma etika profesi adalah perilaku etis atau perilaku manusia yang berkaitan
dengan yang baik dan buruk. Untuk memperjelas objek tersebut, haruslah disebut
juga objek forma etika profesi. Objek forma atau pokok perhatian dari etika
profesi adalah perilaku manusia tentang yang baik dan buruk yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Dan dalam kaitannya dengan pekerjaannya itu maka seseorang
hendaknya dapat memiliki kepekaan moralitas atau kepedulian etis untuk bersikap
baik terhadap sesama rekan kerja, dan sesama manusia yang berkaitan dengan
profesinya tanpa merugikan orang lain.
b) Etika Profesi
sebagai Ilmu Praktis dan Terapan
Etika profesi hendaknya dilihat
sebagai ilmu yang bersifat praktis. Oleh karena itu, di dalam kajiannya etika
profesi tidak meninggalkan segi atau landasan teoretisnya. Sebagai ilmu
praktis, etika profesi memiliki sifat yang mementingkan tujuan perbuatan dan
kegunaannya, baik secara pragmatis maupun secara utilitaristis dan deontologis.
Memandang etika profesi secara
pragmatis berarti melihat bagaimana kegunaan itu memiliki makna bagi seorang
profesional melalui tindakan positif berupa pelayanan terhadap klien, pasien
atau pemakai jasa. Kegunaan yang bersifat utilitaristis akan sangat bermanfaat
apabila dapat menghasilkan perbuatan yang baik. Seorang arsitek akan
mendapatkan kebahagiaan apabila rancang bangunnya dipakai oleh orang lain dan
diterapkan dalam pembuatan rumahnya, dan pada akhirnya orang itu merasa puas
atas disain rumahnya.
Pada kegunaan etika profesi yang
bersifat deontologis, kegunaan itu akan dinilai baik apabila disertai kehendak
baik. Pelayanan kesehatan di rumah sakit “X” akan dinilai baik dan sangat
berguna bagi masyarakat umum apabila para dokter rumah sakit itu memiliki
kehendak baik dalam menjalankan tugasnya. Kegunaan secara deontologis tidak
hanya menyaratkan unsur kehendak baik tetapi juga kewajiban, yakni apa yang
harus dilakukan. Kewajiban moral, menurut Kant, mengandung imperatif kategoris,
yakni perintah yang mewajibkan begitu saja, tanpa syarat. Seorang profesional
menjalankan kewajiban atau tugasnya yang memang menjadi tanggung jawabnya tanpa
harus diperingatkan berulang kali oleh pimpinannya. Di dalam penerapannya,
yakni di dunia kerja, seorang profesional harus dibimbing oleh norma moral,
yaitu norma yang mewajibkan tanpa syarat (begitu saja) tanpa disertai
pertimbangan lain.
c) Metode atau
Pendekatan Etika Profesi
Dalam mempelajari etika profesi,
pendekatan yang harus dipakai adalah pendekatan kritis refleksif dan dialogis.
Pendekatan (metode) tersebut dipakai oleh seseorang yang memiliki profesi
tertentu (dokter, pustakawan, arsitek, dan sebagainya) dalam menilai apa yang
telah ia lakukan (tindakan) terhadap bidang atau pekerjaan tertentu. Orang
perlu merenungkan secara kritis dan mendialogkan segala sesuatu yang telah ia
lakukan selama bekerja, baik saat itu maupun di masa mendatang. Pendekatan itu
bertujuan agar seseorang profesional dapat bekerja dengan sebaik mungkin
sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Dalam berdialog,
pertimbangan-pertimbangan moral menjadi dasar bagi hubungan profesional dengan
klien. Pertimbangan-pertimbangan moral yang baik membutuhkan sikap awal yang
jernih dalam melihat kasus/bentuk pelayanan, norma etis, cara berpikir yang
logis dan rasional, serta informasi yang memadai tentang kasus atau bentuk
pelayanan yang ditanganinya.
d) Peran Etika
Profesi dalam Ilmu-ilmu Lain
Sebenarnya etika profesi itu milik
siapa atau diletakkan di mana? Etika profesi dapat diberlakukan pada, pertama,
individu-individu yang memiliki kewajiban-kewajiban tertentu seperti kewajiban
seorang profesional informasi terhadap kliennya, atau kewajiban seorang dokter
terhadap pasiennya, atau kewajiban seorang pengacara terhadap kliennya. Kedua,
etika profesi dapat diterapkan pada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki
profesi tertentu, misalnya kewajiban kelompok wartawan terhadap masyarakat
pembacanya, atau kewajiban kelompok ilmuwan atas hasil temuan mereka yang
berupa teknologi.
Di sisi lain, bidang-bidang yang
bersifat multi disipliner atau kajian lintas ilmu dapat menjadi media atau
“lahan” penerapan etika profesi. Dengan perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan
kemajuan teknologi, etika profesi menjadi semakin diperkaya oleh ilmu-ilmu
tersebut seperti munculnya etika profesi bagi ilmu-ilmu kesehatan, ilmu teknik,
dan ilmu komputer. Etika profesi mampu berdialog dengan berbagai ilmu, bertahan
dan dibutuhkan selama hubungan profesional-klien masih tetap ada.
Bagi seorang profesional yang
bergerak di bidang tertentu seperti perpustakaan, kedokteran, disain interior,
atau dosen, etika profesi dapat berperan sebagai “kompas” moral, penunjuk jalan
bagi si profesional yang berdasarkan nilai-nilai etisnya: hati nurani,
kebebasan-tanggung jawab, kejujuran, kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk
pelayanan terhadap kliennya. Peran yang kedua, etika profesi diharapkan dapat
menjamin kepercayaan masyarakat (klien-klien) terhadap pelayanan yang diberikan
oleh si profesional. Untuk itulah harus diciptakan semacam kode etik yang baik
(kode etik pustakawan, kode etik dokter, kode etik dosen, dan sebagainya).
3. Kaidah / Norma Etika
Kaidah
berasal dari bahasa Arab atau Norma berasal dari bahasa Latin. Anggapan-anggapan
yang sedikit atau banyak mengikat perbuatan seseorang dalam masyarakat atau
suatu klelompok dalam masyarakat. Anggapan-anggapan ini memberi petunjuk
bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak berbuat.
Dengan kata
lain dapat diartikan sebagai patokan-patokan atau pedoman-pedoman perihal
tingkah laku dan perikelakuan yang diharapkan. Norma yang berlaku di suatu
bangsa tidak selalu berlaku pada bangsa yang lain.
Tujuan Norma
adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib. Contoh
jenis dan macam norma :
- Norma Sopan Santun
- Agama
- Hukum
Kaidah atau norma etika merupakan
bagian dari kehidupan kita. Norma-norma yang biasa kita temui, antara lain hati
nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban.
Tapi pada makalah ini, kita akan lebih menitikberatkan pada norma etika
mengenai kebebasan dan tanggung jawab. Kenapa saya memilih topik tersebut?
Karena topik ini merupakan topik yang memiliki banyak pandangan yang berbeda
dari tiap-tiap individu. Dan banyak pula yang menyalahgunakan kebebasan dan
tanggungjawab itu sendiri dan hal tersebut pastinya akan menimbulkan berbagai
masalah.
Isi kaidah / norma
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi
seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat2nya dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang
tidak baik.
Guna kaidah / norma : Memberi
petunjuk kepada manusia bagaimana seorang harus bertindak dalam masyarakat
serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan
mana pula yang harus dihindari.
Kaidah sosial dibedakan
menjadi :
1. Kaidah yang mengatur kehidupan
pribadi manusia
a. Kaidah
kepercayaan/agama
Bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman
(Purnadi Purbacaraka 1974 : 4). Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia
kepada Tuhan. Sumbernya adalah ajaran-ajaran kepercayaan/agama yang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan,
Misalnya :
- Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al Isra’ : 32).-
Hormatilah orang tuamu agar supaya engkau selamat (Kitab Injil Perjanjian Lama
: Hukum yang ke V).
b. Kaidah
kesusilaan
Bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai
hati nurani. Merupakan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani
manusia (insan kamil). Sumber kaidah ini adalah dari manusia sendiri, jadi
bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir tetapi ditujukan kepada
sikap batin manusia juga,
Misalnya :
- Hendaklah engkau berlaku jujur.
- Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama
manusia.
Dalam kaidah kesusilaan tedapat juga
peraturan-peraturan hidup seperti yang terdapat dalam norma agama misalnya :
- Hormatilah orangtuamu agar engkau selamat diakhirat
- Jangan engkau membunuh sesamamu
1.2. Kaidah yang mengatur kehidupan
antar manusia
a. Kaidah
Kesopanan
Bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan
menyenangkan. Merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan
manusia, misalnya :
- Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua
- Janganlah meludah dilantai atau disembarang tempat.
- Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di
dalam kereta api, bis dll (terutama wanita
tua, hamil atau membawa bayi)
b. Kaidah Hukum
Bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan
hidup antar manusia. Merupakan peraturan-peraturan yang timbul dari norma
hukum, dibuat oleh penguasa negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya
dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara
Misalnya, “Dilarang mengambil milik orang lain tanpa
seizin yang punya”
4. Pentingnya Etika
Profesi dalam Kehidupan Sehari-hari & Kehidupan Ilmiah
Dalam kehidupan sehari-hari etika sangatlah penting
peranannya, karena dengan adanya etika maka dapat mengatur bagaimana manusia
dapat bergaul atau bersosialisasi dengan sesamanya. Yang mendasari tumbuh
kembangnya etika dalam kehidupan kita adalah agar perbuatan yang tengah kita jalankan
sesuai dengan adat atau kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku.
Etika sangat
mempengaruhi kehidupan manusia, karena dengan adanya etika membuat manusia
berorientasi bagaimana ia menjalankan kehidupannya dalam tindakannya
sehari-hari dan bisa membedakan perbuatannya benar atau salah.
Tapi dalam
kenyataanya etika perlahan-lahan mulai hilang seiring perkembangan jaman, coba
kita lihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita banyak sekali
persoalan yang melanggar etika, hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran
manusia akan pentingnya etika. Hal inilah yang menyebabkan terjadi berbagai
peristiwa yang melanggar moral.
Karena itu
etika sangatlah penting kita terapkan dalam kehidupan kita agar kita bisa
membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk selain itu memberi
batasan dalam pergaulan kita dengan sesama agar bisa tercapai kehidupan
yang aman dan tentram.Selain itu dapat menciptakan suasana hidup yang aman dan
tentram.
Mengapa Etika dan moral penting?......
Karena Dalam dunia
sehari-hari, bisnis, sekolah, bermasyarakat, dan lain sebagainya. Harus di
dukung oleh sikap dalam tutur kata yang baik dan tingkah laku (perbuatan) yang
baik pula, karena pada dasarnya seseorang akan melihat cara kita berbicara dan
tingkah laku kita saat berbicara dengan lawan bicara kita. Missal : jika kita
tidak dapat bertutur kata dengan baik dalam dunia bisnis, rekan bisnis kita
pasti akan merasa kecewa karena semula ingin bekerja sama dengan anda, karena
melihat dari segi tutur kata atau tingkah laku anda kurang baik, itu akan
menjadi minus bagi anda di mata rekan bisnis anda.
Begitu juga dalam
bermasyarakat, jika dalam lingkungan perumahan atau sekitar rumah anda, anda
tidak dapat menjaga etika dan moral, secara sikap dan tingkah laku maka dalam
kehidupan bermasyarakat anda akan mendapatkan predikat yang kurang baik
1. Fungsi
etika dalam tingkah laku dan pergaulan hidup manusia
Etika tidak langsung
membuat manusia menjadi lebih baik (karena itu ajaran moral), tapi etika
merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai
moralitas yang membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual
yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
Orientasi etis ini
diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme. Pluralisme
moral diperlukan karena:
(a) Pandangan
moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku, daerah budaya dan agama
yang hidup berdampingan;
(b) Modernisasi
membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang
akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
(c) Berbagai ideologi
menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan ajarannya
sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.Selama manusia berupaya mencari
jati dirinya, eksistensi dirinya dan berada dalam suatu “ situasi “ kehidupan,
manusia memerlukan semacam kompas moral, pegangan, dan orientasi kritis agar
tidak terjebak, bingung atau ikut-ikutan saja dalam pluralisme moral yang ada
dan terlebur dalam kehidupan yang nyata.Peran etika menjadi nyata agar orang
tidak mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Etika dapat membangkitkan
kembali semangat hidup agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan
bijaksana melalui eksistensi, profesinya.
2. Fungsi
etika dalam pergaulan ilmiah
Etika keilmuan
menyoroti bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan terhadap kegiatan yang
sedang dilakukan (belajar, melakukan riset dan sebagainya). Tanggung jawab
mahasiswa dan ilmuan dipertaruhkan ketika ia dalam proses kegiatan ilmiahnya
terutama dalam sikap kejujuran ilmiah.
Hal lain yang disoroti
sebagai fungsi etika dalam pergaulan ilmiah adalah masalah bebas nilai. Bebas
nilai adalah suatu posisi atau keadaan di mana seorang ilmuan (atau calon
ilmuah/mahasiswa) yang memiliki hak berupa kebebasan dalam melakukan kegiatan
ilmiahnya. Mereka boleh meneliti apa saja sejauh itu sesuai dengan keinginan
atau tujuan penelitiannya.
3. Fungsi
etika profesi
Bagi seorang
professional yang bergerak di bidang tertentu, etika profesi dituangkan ke
dalam suatu bentuk yang disebut dengan ‘kode etik’. Kode etik adalah sistem
norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan
betapa pentingnya etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari karena jika tanpa
etika dalam dunia pekerjaan dan melakukan aktifitas yang berdialog dengan lawan
bicara tanpa mempunyai etika dan moral yang kurang bagus, akan terasa sekali
dampaknya pada diri kita sendiri, jika dengan etika dan moral yang bagus
seseorang akan merasa nyaman berdialog dengan kita jika tanpa di dukung oleh
etika yang minim dan moral yang tidak bagus, seseorang akan segan untuk
berdialog atau berkomunikasi dengan kita.
DAFTAR PUSTAKA
K.
Bertens. 2000. Etika. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 25
Apregar. Petrus Faber .
2012. Pentingnya Etika. Jakarta.
Etika Normatif & Etika Terapan.
http://xerma.blogspot.com/
( diakses 27 Maet 2014 )